Total Tayangan Halaman

Minggu, 30 Januari 2011

Sanksi Hukum Administrasi Negara


Pada umumnya tidak ada gunamya memasukkan kewajiban atau larangan-larangan bagi para warga di dalam peraturan perundang-undangan tata usaha Negara, manakala aturan-aturan tingkah laku itu tidak dapat dipaksakan oleh tata usaha Negara. Peran penting pada pemberian sanksi di dalam hukum administrasi memenuhi hukum pidana. Bagi pembuat peraturan penting untuk tidak hanya melarang tindakan-tindakan yang tanpa disertai izin, tetapi juga terhadap tindakan-tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang dapat dikaitkan pada suatu izin, termasuk sanksi-sanksi hukum administrasi yang khas, antara lain :
a. Bestuursdwang (paksaan pemerintah)
b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin, pembayaran, subsidi)
c. Pengenaan denda administratif
d. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom)
Bestuursdwang dapat diuraikan sebagai tindakan-tindakan yang nyata dari penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi atau melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan undang-undang. Sanksi-sanksi lainnya lebih berperan secara tidak langsung. Pengenaan denda administratif menyerupai penggunaan suatu sanksi pidana. Bagi pengenaan denda administratif dan uang paksa, mutlak harus atas dasar peraturan perundang-undangan yang tegas. Penarikan kembali suatu keputusan (ketetapan) yang menguntungkan tidak terlalu perlu didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan suatu sanksi pemerintah berlaku sebagai suatu keputusan yang memberi beban.

Pengertian Hukum Administrasi Negara


Istilah Hukum Administrasi Negara (yang dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0198/LI/1972 tentang Pedoman Mengenai Kurikulum Minimal Fakultas Hukum Negeri maupun Swasta di Indonesia, dalam pasal 5 disebut Hukum Tata Pemerintahan) berasal dari bahasa Belanda Administratiefrecht, Administrative Law (Inggris), Droit Administratief (Perancis), atau Verwaltungsrecht (Jerman). Dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud No. 30/DJ/Kep/1983 tentang Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Bidang Hukum disebut dengan istilah Hukum Administrasi Negara Indonesia, sedangkan dalam Keputusan Dirjen Dikti No. 02/DJ/Kep/1991, mata kuliah ini dinamakan Asas-Asas Hukum Administrasi Negara. Dalam rapat dosen Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia pada bulan Maret 1973 di Cibulan, diputuskan bahwa sebaiknya istilah yang dipakai adalah “Hukum Administrasi Negara”, dengan tidak menutup kemungkinan penggunaan istilah lain seperti Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Pemerintahan atau lainnya. Alasan penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara ini adalah bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan istilah yang luas pengertiannya sehingga membuka kemungkinan ke arah pengembangan yang sesuai dengan perkembangan dan kemajuan negara Republik Indonesia ke depan. Dan berdasarkan Kurikulum Program Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Dirjen Dikti Depdiknas tahun 2000, mata kuliah ini disebut Hukum Administrasi Negara dengan bobot 2 SKS.
Hukum Administrasi Negara sebagai salah satu bidang ilmu pengetahuan hukum; dan oleh karena hukum itu sukar dirumuskan dalam suatu definisi yang tepat, maka demikian pula halnya dengan Hukum Administrasi Negara juga sukar diadakan suatu perumusan yang sesuai dan tepat. Mengenai Hukum Administrasi Negara para sarjana hukum di negeri Belanda selalu berpegang pada paham Thorbecke, beliau dikenal sebagai Bapak Sistematik Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Adapun salah satu muridnya adalah Oppenheim, yang juga memiliki murid Mr. C. Van Vollenhoven. Thorbecke menulis buku yang berjudul Aantekeningen op de Grondwet (Catatan atas undang-undang dasar) yang pada pokoknya isi buku ini mengkritik kebijaksanaan Raja Belanda Willem I, Thorbecke adalah orang yang pertama kali mengadakan organisasi pemerintahan atau mengadakan sistem pemerintahan di Belanda, dimana pada saat itu Raja Willem I memerintah menurut kehendaknya sendiri pemerintahan di Den Haag, membentuk dan mengubah kementerian-kementerian menurut orang-orang dalam pemerintahan..
Oppenheim memberikan suatu definisi Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara. Hukum Administrasi Negara menurut Oppenheim adalah sebagai peraturan-peraturan tentang negara dan alat-alat perlengkapannya dilihat dalam geraknya (hukum negara dalam keadaan bergerak atau staat in beweging). Sedangkan murid Oppenheim yaitu Van Vollenhoven membagi Hukum Administrasi Negara menjadi 4 yaitu sebagai berikut:
1) Hukum Peraturan Perundangan (regelaarsrecht/the law of the legislative process)
2) Hukum Tata Pemerintahan (bestuurssrecht/ the law of government)
3) Hukum Kepolisian (politierecht/ the law of the administration of security)
4) Hukum Acara Peradilan (justitierecht/ the law of the administration of justice), yang terdiri dari:
a. Peradilan Ketatanegaraan
b. Peradilan Perdata
c. Peradilan Pidana
d. Peradilan Administrasi
Utrecht dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah himpunan peraturan –peraturan tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi. Dengan kata lain Hukum Administrasi Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada administrasi negara untuk mengatur masyarakat.
Sementara itu pakar hukum Indonesia seperti Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, S.H., berpendirian bahwa tidak ada perbedaan yuridis prinsipal antara Hukum Administrasi negara dan Hukum Tata Negara. Perbedaannya menurut Prajudi hanyalah terletak pada titik berat dari pembahasannya. Dalam mempelajari Hukum Tata Negara kita membuka fokus terhadap Konstitusi negara sebagai keseluruhan, sedangkan dalam membahas Hukum Administrasi Negara lebih menitikberatkan perhatian secara khas kepada administrasi negara saja. Administrasi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam konstitusi negara di samping legislatif, yudikatif, dan eksaminasi. Dapat dikatakan bahwa hubungan antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara adalah mirip dengan hubungan antara hukum dagang terhadap hukum perdata, dimana hukum dagang merupakan pengkhususan atau spesialisasi dari hukum perikatan di dalam hukum perdata. Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu pengkhususan atau spesialisasi dari Hukum Tata Negara yakni bagian hukum mengenai administrasi negara.
Berdasarkan definisi Hukum Administrasi Negara menurut Prajudi Atmosudirdjo, maka dapatlah disimpulkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai seluk-beluk administrasi negara (hukum administrasi negara heteronom) dan hukum operasional hasil ciptaan administrasi negara sendiri (hukum administrasi negara otonom) di dalam rangka memperlancar penyelenggaraan dari segala apa yang dikehendaki dan menjadi keputusan pemerintah di dalam rangka penunaian tugas-tugasnya.
Hukum administrasi negara merupakan bagian operasional dan pengkhususan teknis dari hukum tata negara, atau hukum konstitusi negara atau hukum politik negara. Hukum administrasi negara sebagai hukum operasional negara di dalam menghadapi masyarakat dan rajyat serta penyelesaian pada kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat tersebut.
Hukum Administrasi Negara diartikan juga sebagai sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara administrasi Negara dengan warga masyarakat, dimana administrasi Negara diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukumnya sebagai implementasi dari policy suatu pemerintahan.
Contoh, policy pemerintah Indonesia adalah mengatur tata ruang di setiap kota dan daerah di seluruh Indonesia dalam rangka penataan lingkungan hidup. Implementasinya adalah dengan mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang lingkungan hidup. Undang-undang ini menghendaki bahwa setiap pembangunan harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang. Pelaksanaannya adalah bahwa disetiap daerah ada pejabat administrasi Negara yang berwenang memberi/menolak izin bangunan yang diajukan masyarakat melalui Keputusan Administrasi Negara yang berupa izin mendirikan bangunan.
B. Lapangan Pekerjaan Administrasi Negara
Sebelum abad ke 17 adalah sukar untuk menentukan mana lapangan administrasi Negara dan mana termasuk lapangan membuat undang-undang dan lapangan kehakiman, karena pada waktu itu belum dikenal “pemisahan kekuasaan”, pada waktu itu kekuasaan Negara dipusatkan pada tangan raja kemudian pada birokrasi-birokrasi kerajaan. Tapi setelah abad ke 17 timbullah aliran baru yang menghendaki agar kekuasaan Negara dipisahkan dari kekuasaan raja dan diserahkan kepada tiga badan kenegaraan yang masing-masing mempunyai lapangan pekerjaan sendiri-sendiri terpisah yang satu dari yang lainnya seperti yang telah dikemukakan oleh John Locke dan Montesquieu.
Sejak itu baru kita mengetahui apakah yang menjadi lapangan administrasi Negara itu. Maka yang menjadi lapangan administrasi Negara berdasarkan teori Trias Politica John Locke maupun Monesquieu adalah lapangan eksekutif yaitu lapangan yang melaksanakan undang-undang. Bahkan oleh John Locke tugas kehakiman dimasukkan ke dalam lapangan eksekutif karena mengadili itu termasuk melaksanakan undang-undang. Sejak adanya teori “pemisahan kekuasaan” ini lapangan administrasi Negara mengalami perkembangan yang pesat.
Tetapi ajaran Trias Politica ini hanya dapat diterapkan secara murni di Negara-negara seperti yang digambarkan oleh Immanuel Kant dan Fichte yaitu di Negara-negara hukum dalam arti sempit atau seperti yang disebut Utrech “Negara Hukum Klasik” (klasieke rechtsstaat), tetapi tidak dapat diterapkan kedalam system pemerintahan dari suatu Negara hukum modern (moderneechsstaat), karena lapangan pekerjaan administrasi Negara pada Negara hukum modern adalah lebih luas dari pada dalam Negara hukum klasik. Apakah sebabnya maka lapangan administrasi Negara dalam Negara hukum modern itu lebih luas dari pada dalam Negara hukum klasik, hal ini dapat dilihat dari cirri-ciri kedua negara tersebut

UAS Kebijakan Publik

1.         Pengertian kebijakan public
Kebijakan publik :
Menurut Thomas R Dye : apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
Menurut George C Edwards : apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah.
James E Anderson : kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah
Harold D Laswell : suatu program pcapaian 7an, nilai, dan praktek yg terarah
David Easton : pengaloksian nilai secara paksa(sah) pd seluruh anggota masyarakat.

2.                  Hubungan keb pub dgn adpub
Kaitannya bisa dilihat dari definisi ini : Keb pub adalah pilihan tindakan yg dilakukan pemerintah utk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu terhadap suatu persoalan pblik. Jika konsep “pemerintah” dipandang sbg elemen penting dalam bahasan ilmu adpub. Karena disiplin ilmu adpub memang sangat concern pd lembaga-lembaga pemerintah dan pemerintahan dalam hubungannya dengan misi utk mciptakan tata kehidupan yang lebih baik. Tak kan ada kebijakan pub jika tidak ada pemerintah, demikian pula tidak aka nada pemerintah tanpa kebpub yang ditetapkannya.

3.                  Model kebijakan
Menureut hasil dan dampak :
-                      Rasional
Prosedur pembuatan keputusan yang akan membimbing pada pilihan alternative dicari yang paling efisien dari pencapaian 7an kebijakan.
Cara : Mengumpulkan seluruh info, pemecahan alternative, memilih alternative tbaik.
Tugas analis : melihat pkembangan pengetauhan yang relevan utk pemecahan kmd utk penerapan dtawarkan pada pemerintah.
-                      Incremental
Suatu proses politis yang ditandai tawar menawar dan kompromi utk kepentingan para pembuat keputusan sendiri.
-                      mixed scanning
Penggabungan model rasional dan incremental.
-                      garbage can
pembuatan kptusan yang menolak rasionalitas dan menerima irrasional. Mendasarkan pada pandangan irrasional.
            Menrut proses :
-                      Institusional
Model tradissional dimana focus terletak pada struktur organisasi pemerintah.
Berfungsi mmberi pgaruh dalam batas kewenangan masing – masing.
-                      Elit massa
Pembuatan kebpub dalam bentuk piramida, masyarakat paling bawah, elit di ujung, actor internal birokrasi pembuat kebijakan di tengah.
-                      Kelompok
Kenyataan politik mrp interaksi diantara kelompok kepentingan yang dapat engajukan dan memeaksakan kepentingannya kpd pemerintah.
-                      System politik
Didasarkan pada konsep-konsep system yang terdiri dari input, withinput, output dan feedback dan environtment yaitu kekuatan-kekuatan lingkungan (sospolek, keb, geo, dsb) yang ada di sekitarnya. Keb pub mrp hasil dari sist. pol.

4.                  Proses keb pub
1.                  Perumusan kebijakan
2.                  Implementasi kebijakan
3.                  Evaluasi kebijakan

5.                  Kedudukan analisis public
Berada pada semua tahapan , orang yang melakukan analisis kebijakan dsb analis kebijakan.
-                      Analisis perumusan
-                      Konsultan perencanaan : analisis kebijakan pd tahapan perusahaan
-                      Aktor keuangan : analisis kebijakan dlm tahapan evaluasi
-                      Analisis kinerja karyawan (on – going)

6.         Proses penyusunan naskah akademis dan legal drafting
            Naskah akademis : berisi rancangan kebijakan, ditulis oleh analis kebijakan.
-                      diletakkan di bappeda (namanya agenda setting)
-                      sblm diletakkan, dilegislatif dulu, tapi harus dilakukan seminar.
-                      Studi banding, menyusun naskah akademis lalu mengembalikannya
-                      Melakukan public hearing
-                      Merancang perda
-                      Public hearing lagi
-                      Dibawa ke siding dan jadi perda
-                      Dan jadilah legal drafting

PRINSIP KEBIJAKAN DAN PERIMBANGAN DAERAH


Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah merupakan subsistem keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah dan pemerintah daerah. Sumber keuangan Negara kepada pemerintah daerah didasarkan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah system yang menyeluruh dalam pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi,dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai wujud desentralisasi . Dana perimbangan  bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah. Pinjaman daerah juga dibutuhkan untuk membiayai penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
DASAR PENDANAAN PEMERINTAH DAERAH
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,urusan pemerintah daerah didanai oleh APBD. Untuk dekonsentrasi dan tugas pembantuan akan didanai APBN dan dilaksanakan oleh gubernur. Palimpahan kewenangan dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan atau penugasan dalam tugas pembantuan dari pemerintah kepada pemerintah daerah diikuti dengan pemberian dana.
SUMBER PENERIMAAN DAERAH
Penerimaan daerah dalam desentralisasi terdiri dari pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah berasal dari :
1.      Pendapatan Asli Daerah
a.       Pajak daerah : Dilaksanakan sesuai dengan undang-undang.
b.      Retribusi daerah : Dilaksanakan sesuai dengan undang-undang.
c.       Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan : ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
d.       PAD lain yang sah : PAD lain yang sah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan,jasa giro,pendapatan bunga,keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi/potongan dalam pengadaan barang atau jasa oleh daerah.
Dalam upaya peningkatan PAD,daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobolitas penduduk,lalu lintas barang/jasa antar daerah dan kegiatan ekspor/impor
2.      Dana Perimbangan
Jumlah anggaran Dana Perimbangan ditetapkan setiap tahun melalui APBN.
a.       Dana Bagi Hasil :
·         Bersumber dari pajak (pajak bumi dan bangunan/PBB,bea perolehan hak tanah dan bangunan/BPHTB,pajak penghasilan/PPh). Penerimaan PBB dan BPHTB dibagi antara daerah,provinsi,daerah kabupaten/kota dan pemerintah. Penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan rincian 16,2% untuk daerah provinsi dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi,64,8% untuk daerah kabupaten/kota dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota. 10% bagian pemerintah dari peneerimaan PBB dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan dengan rincian 65% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota,dan 35% dibagikan secara insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sector tertentu. Penerimaan BPHTB sebesar 80% dengan rincian 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi ,64% untuk daerah kabupaten dan kota penghasil yang disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten dan kota. Sedangkan 20% bagian pemerintah dari penerimaan BPHTB dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota. Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB dan BPHTH dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dana Bagi Hasil penerimaan PPh pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh pasal 21 sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (2) huruf c yang merupakan bagian daerah adalah sebesar 20%. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh dibagi antara pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
·         Ber sumber dari sumber daya alam (kehutanan,pertambangan umum,perikanan,pertambangan minyak bumi,pertambangan gas bumi,pertambangan panas bumi).
b.      Dana alokasi umum
Jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 20% dari Pendapatan  Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiscal dan alokasi dasar. Celah fiscal yang dimaksud adalah kebutuhan fiscal dikurangi dengan kapasitas fiscal daerah.sedangkan Alokasi Dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Kebutuhan fiscal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Kapsaitas fiscal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Provorsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten /kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota
c.       Dana alokasi khusus
1.      Pendapatan lain-lain.
Sedangkan pembiayaan berasal dari : sisa lebih perhitungan anggaran daerah,penerimaan pinjaman daerah,dana cadangan daerah,hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons